Kementan Dorong Korporatisasi Pertanian Berbasis Pesantren

0 0
Read Time:2 Minute, 42 Second

Jakarta _ Sulawesi Ekspress — Kementerian Pertanian (Kementan) terus mendorong korporatisasi pertanian berbasis pesantren untuk meningkatkan rantai pasok produk pertanian Tanah Air. Sebagai salah satu pusat kegiatan pendidikan, pesantren dinilai juga dapat memainkan perannya dalam pengembangan pertanian, yakni pemberdayaan petani, santri, dan masyarakat sehingga melahirkan rantai pasok yang bermanfaat bagi perekonomian sekitar pesantren.

Pondok Pesantren Fathul Ulum Jombang merupakan salah satu pondok pesantren berbasis pertanian. Karena tak hanya membekali santri dengan mengaji saja, namun juga pengetahuan wirausaha.

KH Ahmad Habibul Amin, Pendiri Pesantren Fathul Ulum menuturkan pesantren adalah lembaga yang memiliki 3 fungsi yaitu lembaga pendidikan, lembaga dakwah dan lembaga pemberdayaan masyarakat. Dalam pendidikan, pesantren punya ciri khas karena di pesantren bukan hanya transfer pendidikan, tapi juga amal dan ketaqwaan. Ini adalah kelebihan dari pesantren.

“Maka dari itu dengan pondasi moral dan pondasi keagamaan yang mereka miliki mereka pulang menjadi generasi yang bermanfaat sesuai dengan passion mereka masing-masing,” kata KH. Ahmad Bimbingan Teknis dan Sosialisasi (BTS) Propaktani yang digelar Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementan, Selasa (21/6/2022).

“Visi kami sebenarnya mengantarkan generasi yang bermanfaat di tengah-tengah masyarakat. Jadi anak-anak pulang bisa berguna dimasyarakat. Artinya, mondok gak harus jadi kyai, bukan kegagalan jika mondok tidak menjadi ustad atau kyai. Di level apapun, dikeahlian apapun, gagalnya santri setelah pulang tidak bermanfaat. Maka selain kajian agama, kita berikan juga berbagai skil untuk mereka,” sambungnya.

Lebih lanjut KH. Ahmad menjelaskan untuk menjadi pesantren yang berdaulat, alam mencukupi kebutuhan makanan semua santri Ponpes Fathul Ulum tidak membeli dari luar, melainkan memproduksi sendiri dari hasil pertanianya. Bahkan mampu menjual sebagian kelebihan dari hasil pertaniannya.

“Kami pesantren yang mengajarkan mereka berdaulat, beras gak usah beli harus tanam sendiri, kalau lebih baru di jual, berasnya harus sehat, kita punya pupuk sendiri tanpa residu kimia, sayur butuh tanam sendiri beli dikantin dari santri kalau lebih di shodhakohkan dan di jual diluar. Itulah konsep-konsep yang kita bangun disemua jadi pesantren itu berdaulat urusan pangan selesai,” jelasnya.

Moh. Salapuddin, peneliti Pusat Studi Pesantren mengatakan pesantren dan pertanian memiliki hubungan yang sangat erat. Keterkaitan itu terlihat dari faktor lokasi pesantren yang biasa dibangun di wilayah yang berada dipelosok desa di tengah hutan dan berhimpitan di lahan-lahan pertanian dan perkebunan, serta profil Kyai dan wali santri yang kebanyakan memiliki mata pencaharian sebagai petani.

“Pesantren adalah lembaga pendidikan yang memiliki ikatan sosial yang kuat di masyarakat lokal dan beberapa dari mereka menerapkan kegiatan kewirausahaan di sektor pertanian. pesantren memiliki tantangan untuk memperkuat sistem ketahanan pangan dengan inovasi-inovasi baru, gabungan literature klasik, tradisi masyarakat dan sains,” terangnya.

Sementara itu, Akademisi Sekolah Vokasi IPB University, Prima Gandhi mengatakan memang di perguruan tinggi khususnya perguruan tinggi pertanian, pesantren belum terlalu dioptimalkan untuk calon petani-petani milenial. Jumlah petani muda saat ini hanya mencapai 12% dan dengan karakteristik di pesantren ini adalah sesuatu yang harus didukung untuk ke depannya menghasilkan generasi petani milenial yang bermanfaat bagi pertanian.

“Pendidikan di pesantren ini kurikulumnya lebih merdeka dibandingkan lembaga pendidikan lain, dan ini bisa dimasukkan kurikulum khusus untuk pertanian. Kedepannya berharap ada final projek yang bisa dibentuk melalui kerjasama,” tuturnya.

“Meskipun dikenal dengan bertani di Indonesia dikatakan apapun ditanam bisa tumbuh, tetapi ketika kita berbicara tentang pertanian modern, maka efisiensi dan efektivitasnya perlu kita utamakan. Hal tersebut bisa kita ajarkan pada santri melalui kurikulum,” imbuh Prima.

Reporter Syam

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %